Rabu, 22 Januari 2014

Ketika Nurani Bersiul

Oleh: Riri Airy

Rembulan tersamar demi terbitnya hari baru yang dinantikan setiap insan. Mentari merekah bersama rona alam yang menawan. Berkas sinarnya melebur bersama bilur bening embun. Menyiratkan gradasi alam dalam perpaduan yang sempurna. Namun ternyata aroma sedap udara pagi lebih jelas dirasa oleh gadis mungil itu. Namanya Nurani Cahaya. Usianya hampir genap lima tahun semenjak dia terlahir sebagai karunia terindah dan penyempurna ibadah keluarga Sabaruddin. Gadis cantik dengan kulit putih, begitu orang tuanya kerap menjelaskan pada Nurani, mulai terusik di balik selimut pink dengan gambar hello kitty yang dipilihkan ibunya. Nampaknya hawa pagi telah membelai lembut tubuhnya dan membangunkan Nurani dari buaian mimpi indahnya yang begitu berwarna.

Nurani beranjak dari tempat tidurnya, merapikan selimut yang setia melindungi tubuh mungilnya dari terpaan dingin angin malam. Ia melipat dengan rapi selimut kesayangan pemberian ibunya ketika dia berhasil menaklukkan nama-nama binatang untuk dihafal. Setelah berhasil melipatnya dan menempatkan selimut pink kesayangannya di ujung tempat tidur, Nurani kembali meraba selimutnya, merasakan tekstur lembut bulu selimutnya dan memastikan hiasan hello kitty berada di bagian atas agar bisa bernafas dalih Nurani suatu ketika saat ibunya menanyakan keganjilan itu padanya. Setelah merapikan tempat tidurnya, gadis cilik berambut ikal itu kemudian berjalan mendekat ke jendela. Tangan mungilnya menarik gorden ke pinggir sehingga dengan mudah ia menemukan selot jendela. Jari-jari lentik itu membuka selot dan dengan perlahan mendorong daun jendela. Semua itu rutin dilakukan Nurani seperti ritual yang tak boleh terlewatkan setiap paginya. Senyum pun tergambar jelas pada lesung pipinya merekah ketika kehangatan mentari membelai lembut tubuhnya.

Setelah dirasa puas menikmati harumnya udara pagi, dengan langkah gontai Nurani berjalan menuju kamar mandi yang berada di sudut kanan kamarnya. Berada satu sisi dengan posisi ia berdiri saat ini. Tinggal berjalan beberapa langkah saja, ia akan segera menjejakkan kaki kecilnya di keset berbentuk kucing gepeng, begitu Nurani menyebutnya yang sengaja diletakkan ibunya di depan pintu kamar mandi. Perlahan ia masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Setelah berhasil meraih sikat gigi dengan ujung kepala singa dan mengoleskan pasta gigi pada serabut-serabut sikat tanpa beleber, Nurani segera meringis, dan menyikati satu-persatu giginya yang rapi dan putih. Sejurus kemudian dia membasuh mukanya, merasakan setiap detail wajahnya yang halus, hidung yang mancung, dan bibir yang tipis dengan tahi lalat kecil di ujung kanan atas bibirnya. Benjolan kecil itu sempat menjadi perdebatan panjang antara Nurani dan ibunya ketika ia protes mengapa disebut tahi lalat karena ia tak pernah sekalipun berurusan dengan lalat. Apalagi sampai membiarkan lalat meninggalkan kotoran di bibirnya. Sampai sekarang Nurani tidak pernah menyetujui benda kecil di ujung bibirnya disebut dengan tahi lalat. Ia lebih suka menyebutnya pil bibir karena menurutnya itu lebih mirip pil yang sering ia minum saat perutnya sakit. Setiap kali mengelus pil bibirnya, Nurani selalu tersenyum dan berucap syukur dalam hatinya sebagaimana yang diajarkan kedua orang tuanya.

“Kini saatnya menyapa ibu dan membantu kesibukannya di dapur. Hari Minggu begini ibu pasti menyiapkan makanan untuk ayah dan kakak seusai mereka berkebun di halaman depan.” geming Nurani sambil menyisir rambutnya yang hitam lurus hampir sepinggang. Ia membiarkan rambutnya tergerai sebab hingga saat ini, menurut ibunya, ia belum berhasil menguncir rambutnya dengan rapi.

Nurani pun bersiul seraya berjalan dengan langkah pasti meninggalkan kamarnya, melewati ruang tengah menuju ke dapur. Tidak butuh waktu yang lama untuk mendengar sambutan ramah ibunya yang selalu menenangkan hati Nurani, “Pagi sayang...,bagaimana tidurmu semalam?” sapaan ibunya seketika membuat Nurani berhenti bersiul. “Selalu membuatku lebih semangat menjalani hari baruku Ibu” tak luput ia sunggingkan senyuman khasnya yang selalu dirindukan keluarga bahagia itu.

“Apa yang bisa Aku bantu Ibu?” nada riang penuh semangat Nurani membuat ibunya tak sanggup menolak.

“Hmm, sebenarnya ibu sedang membutuhkan minyak goreng, tadi Ibu menyuruh kakakmu, tapi tangannya sedang berlumur tanah. Ibu sedang tanggung untuk meninggalkan adonan ini.”

“Kalau begitu Aku saja yang membelikannya ya Bu?”

“Jika Adik tidak keberatan, dengan senang hati,” ibunya merogoh kantong dan mengambil uang sepuluh ribuan. “Ini uangnya sepuluh ribu, belikan minyak setengah kilo harganya tujuh ribu, nanti kembalinya tiga ribu ya?” jelas ibunya dengan detail.

“Siap Ibu! Laksanakan!” lesung pipi Nurani kembali terlihat. Nurani segera membalikkan tubuh melangkah penuh ceria dengan siulan merdunya. Setelah melewati ruang tengah, menuju ruang tamu, jari-jari lentiknya berhasil meraih gagang pintu. Setelah menutup perlahan pintu rumah, tepat satu langkah di depannya, Nurani mengenakan sandalnya. Kembali bersiul dengan nada penuh semangat, Nurani mengayunkan langkahnya. Sesekali ia menghirup udara segar pagi hari dan aroma dedaunan yang basah oleh embun. Tangannya asyik menyambangi kuncup-kuncup kenikir di sepanjang halaman yang mengantarkannya ke jalanan. Tanpa ia sadari ayah dan kakaknya tersenyum melihat ulah Nurani, hingga suara kakaknya kembali menghentikan siulannya. “Mau kemana Dik, kok keliatannya senang sekali?”

“Seperti biasa..” senyum manis memenggal sejenak jawaban gadis lucu itu, “membeli sesuatu di warung Mak Ijah”. Warung Mak Ijah adalah langganan keluarga Nurani yang letaknya ada di ujung jalan sekitar 400 m dari rumahnya. “Kalau begitu hati-hati” celetuk kakaknya yang masih menatap lekat tubuh adikknya seolah mengungkapan kecemasannya melepaskan adiknya pergi sendiri ke warung. “Sudahlah Rico…,” sergah ayahnya sedikit berbisik, “ berikan kepercayaan pada adikmu, pelan-pelan kita ajarkan Nurani untuk mandiri, dia gadis yang tangguh, dia pasti bisa.” Ayah seolah melihat kecemasan Rico yang sangat menyayangi adiknya tersebut.

“Pasti Kak!” jawab Nurani melambaikan tangan sambil terus melangkah ke depan meninggalkan ayah dan kakaknya tanpa menengok lagi.

Pergi ke warung sendiri tanpa ibu atau kakaknya sudah dilakukan Nurani sejak seminggu yang lalu, dan ini adalah ke tiga kalinya Nurani melakukan itu. Siulan khas Nurani menggaung di sepanjang jalan. Setelah berjalan sekitar 200 m, langkahnya terhenti sejenak, tangan mungilnya memegang tiang listrik di sudut jalan, Nurani mengingat kenangan manis saat pertama kali ia menyentuh tiang itu bersama ibunya, sebelum akhirnya dia berbelok untuk menemukan warung Mak Ijah. Tinggal berjalan lurus dan Nurani akan sampai di tempat yang ia tuju. Kakinya begitu lincah melewati beberapa polisi tidur yang sedikit menghambat perjalanannya, tapi tak menghentikan siulannya.

Sesaat setelah ia meraih rak etalase di warung Mak Ijah, barulah ia berhenti bersiul dan mengulang persis seperti apa yang dikatakan ibunya tadi. Setelah mendapatkan minyak dan uang kembalian tiga ribu, Nurani kembali berjalan menuju rumahnya. Masih dengan lantunan siulan merdunya Nurani pamit pada Mak Ijah. “Iya..hati-hati ya Nur” balas Mak Ijah. “Pasti Emak..!” jawab Nurani dengan riang dan tetap sopan.

Ia pun kembali melangkah meninggalkan warung Mak Ijah. Sekali lagi sekitar 200 m dari warung Mak Ijah, sebelum berbelok ke jalan menuju rumahnya, Nurani kembali terhenti, kali ini tangannya menggapai pohon palm di sudut jalan, di situ tertera goresan huruf N yang ia pahat bersama kakaknya. Kemudian ia pun berbelok dan melanjutkan siulnya. Sampailah ia di depan sebuah kotak surat, langkahnya kembali terhenti dan dengan lembut ia mengelus tekstur kotak surat berbentuk burung hantu itu. Kotak surat itu ia pilih tiga bulan lalu saat ia diajak ayahnya ke kebun binatang, mendengarkan berbagai macam suara burung, yang akhirnya menginspirasi dirinya untuk selalu bersiul hingga sekarang.

Nurani melanjutkan langkahnya, menyapa sekilas ayah dan kakaknya, dan segera menuju dapur. Setengah berteriak bahagia, Nurani memanggil ibunya, memberikan minyak beserta uang kembalian itu. Ibunya memeluk bangga tubuh kecil Nurani kemudian mengecup keningnya. “Terima kasih Sayang…, Nurani Ibu memang hebat dan membanggakan”

“Iya dong Bu, anak siapa dulu…, meski Aku nggak pernah bisa melihat dunia dan senyum kalian, Aku akan selalu membuat ibu, ayah, dan kak Rico tersenyum bangga padaku” celoteh polos seorang gadis kecil yang selalu penuh syukur dengan segala keterbatasan dirinya.

Nurani tak pernah mengeluh meskipun kedua matanya tak pernah menangkap cahaya. Hitam dan kelam adalah penglihatannya. Namun, ia bahagia memiliki siulan yang mampu menuntunnya, menunjukkan ia jalan, lebih dari sekadar tongkat. Ketika Nurani bersiul, itulah keindahan dunia baginya, dunia bernada yang membuat hidupnya berwarna.

Jumat, 02 Maret 2012

Cara Menyikat Gigi yang Baik


Menyikat gigi adalah sangat penting untuk tetap menjaga kesehatan gigi. Karena dengan menyikat gigi, gigi akan menjadi kuat dan sehat. Jangan terlalu lama saat menyikat gigi karena apabila menyikat gigi terlalu lama akan menghapus lapisan email pada gigi dan bisa memudahkan kerusakan pada gigi. Lama waktu untuk menyikat gigi yang baik adalah sekitar 2 sampai 3 menit sudah cukup. Menyikat gigi yang baik adalah keatas dan kebawah bukan secara sembarangan dan asal – asalan. Karena bila kita hanya asal saja menyikat gigi hasilnya adalah tidak akan membunuh kuman dan juga sisa – sisa makanan tidak akan bersih secara sempurna dari gigi. Jadi arah yang baik untuk menyikat gigi anda adalah dengan ke arah atas – bawah ini sangat disarankan baik untuk orang – orang dewasa, remaja, anak – anak baik laki – laki maupun wanita yang akan menjaga kesehatan gigi mereka seumur hidup dan gigi akan bersih secara sempurna.
Berikut adalah tips untuk setiap wanita, laki – laki maupun remaja cara untuk menghilangkan warna kuning pada gigi dan menghilangkan bau mulut. Campurkan satu sendok teh cairan lemon dan satu sendok makan garam. Taruhlah campuran ini pada gigi anda secara merata apabila sulit bisa dibantu dengan bantuan jari tangan anda.
Cairan ini akan membantu menghapus warna kuning yang menempel pada gigi anda. Tips untuk gigi akan membuat gigi anda putih bersinar dan melindungi lapisan email pada gigi dan juga membantu untuk menghilangkan bau busuk pada mulut. Itulah salah satu tips untuk gigi anda agar mengurangi warna kuning pada gigi anda dan juga pada bau mulut sehingga gigi anda akan tampak lebih putih dan tidak bau.

Selasa, 28 Februari 2012

Fiqh Humor



Hidup terasa hambar dan datar tanpa humor dan canda bagaikan masakan tanpa garam. Namun hanya dalam kadar kuantitas, kualitas dan penyajian tertentu akan menjadi penyedap kehidupan. Memang bercanda kadang diperlukan untuk memecahkan kebekuan suasana sebagaimana yang dikatakan Said bin Al-’Ash kepada anaknya. “Kurang bercanda dapat membuat orang yang ramah berpaling darimu. Sahabat-sahabat pun akan menjauhimu.” Namun canda juga bisa berdampak negatif, yaitu apabila canda dilakukan melampaui batas dan keluar dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Canda yang berlebihan juga dapat mematikan hati, mengurangi wibawa, dan dapat menimbulkan rasa dengki.

Allah Swt. berfirman, Artinya: “Dan sesungguhnya Dia-lah yang membuat orang tertawa dan menangis” (QS An-Najm: 43).

Menurut Ibnu ‘Abbas, berdasarkan ayat ini, canda dengan sesuatu yang baik adalah mubah (boleh). Rasulullah Saw. pun sesekali juga bercanda, tetapi Rasulullah Saw. tidak pernah berkata kecuali yang benar. Imam Ibnu Hajar al-Asqalany menjelaskan ayat di atas bahwa Allah Swt. telah menciptakan dalam diri manusia tertawa dan menangis. Karena itu silakanlah Anda tertawa dan menangis, namun tawa dan tangis kita harus sesuai dengan aturan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.

Berikut ini adalah kaidah fiqih terkait canda dan humor sebagai panduan agar canda dan humor bernilai dan berdampak positif dan tidak justru berdampak dan bernilai negatif seperti menimbulkan luka hati atau ketersinggungan orang lain.

1. Tidak menjadikan simbol-simbol Islam (tauhid, risalah, wahyu dan dien) sebagai bahan gurauan. Firman Allah: “Dan jika kamu tanyakan mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. at-Taubah:65)

2. Jangan menjadikan kebohongan dan mengada-ada sebagai alat untuk menjadikan orang lain tertawa, seperti April Mop di masa sekarang ini. Sabda Rasulullah saw: “Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain tertawa. Celaka dia, celaka dia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim)

3. Jangan mengandung penghinaan, meremehkan dan merendahkan orang lain, kecuali yang bersangkutan mengizinkannya. Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan pula wanita mengolok-olokkan wanita-wanita lain., karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan); dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk gelar ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman..” (QS. al-Hujurat:11) “Cukuplah keburukan bagi seseorang yang menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)

4. Tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan terhadap orang muslim. Sabda Nabi saw: “Tidak halal bagi seseorang menakut-nakuti sesama muslim lainnya.” (HR. ath-thabrani) “Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil barang saudaranya, baik dengan maksud bermain-main maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Tirmidzi)

5. Jangan bergurau untuk urusan yang serius dan jangan tertawa dalam urusan yang seharusnya menangis.
Tiap-tiap sesuatu ada tempatnya, tiap-tiap kondisi ada (cara dan macam) perkataannya sendiri. Allah mencela orang-orang musyrik yang tertawa ketika mendengarkan al-Qur’an padahal seharusnya mereka menangis, lalu firman-Nya: “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis. Sedang kamu melengahkannya.” (QS. an-Najm:59-61).

Hendaklah gurauan itu dalam batas-batas yang diterima akal, sederhana dan seimbang, dapat diterima oleh fitrah yang sehat, diridhai akal yang lurus dan cocok dengan tata kehidupan masyarakat yang positif dan kreatif.
Islam tidak menyukai sifat berlebihan dan keterlaluan dalam segala hal, meskipun dalam urusan ibadah sekalipun.

Dalam hal hiburan ini Rasulullah memberikan batasan dalam sabdanya; “Janganlah kamu banyak tertawa, karena banyak tertawa itu dapat mematikan hati.” (HR. Tirmidzi). “Berilah humor dalam perkataan dengan ukuran seperti Anda memberi garam dalam makanan.” (Ali ra.). “Sederhanalah engkau dalam bergurau, karena berlebihan dalam bergurau itu dapat menghilangkan harga diri dan menyebabkan orang-orang bodoh berani kepadamu, tetapi meninggalkan bergurau akan menjadikan kakunya persahabatan dan sepinya pergaulan.” (Sa’id bin Ash).

Hikmah Kisah Ashhabul-Kahfi


Pernah mendengar kisah Pemuda Ashabul Kahfi yang di tidurkan Allah dalam waktu yang sangat lama  dan jasad mereka tetap hidup ? Kisah yang fenomenal sehingga nama mereka di abadikan Allah sebagai nama surat dalam Al Qur’an yaitu Surat Al kahfi. Mari kita baca kisahnya dan ambil hikmah nya , semoga keimanan kita pada Allah semakin mendalam.

Mereka adalah para pemuda yang diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala serta Dia mengilhami mereka keimanan, sehingga mereka mengenal Allah dan mengingkari keyakinan kaum mereka yang menyembah berhala. Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah akidah mereka disertai dengan perasaan takut akan kekejaman dan kekerasan kaum mereka, seraya berkata, artinya, “Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian, yakni jika seruan kami ditujukan kepada selain-Nya, maka sungguh kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran, yakni perkataan keji, dusta dan zhalim. Sedangkan “kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka). Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah.” (Al-Kahfi: 14-15).

Setelah mereka sepakat mengenai keyakinan tersebut dan menyadari bahwa mereka tidak mungkin menjelaskannya kepada kaum mereka, maka mereka memohon kepada Allah Ta’ala supaya dimudahkan urusan mereka, artinya, “Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10).

Kemudian mereka berlindung ke gua, lalu Allah Subhannahu wa Ta’ala memudahkan urusan mereka, melapangkan lubang gua serta menempatkan pintunya di sebelah utara, sehingga tidak terkena sinar matahari; baik ketika terbit maupun saat terbenam, dan mereka tertidur dalam gua di bawah penjagaan serta perlindungan Allah Subhannahu wa Ta’ala selama tiga ratus sembilan tahun. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi mereka dari rasa takut, karena posisi mereka (gua) berdekatan dengan kota kaum mereka.

Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi mereka dalam gua tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,artinya, “Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri” (Al-Kahfi: 18), supaya bumi tidak membusukan tubuh mereka.

Kemudian Allah Subhannahu wa Ta’ala membangunkan mereka setelah tertidur dalam jangka waktu yang cukup lama “supaya mereka saling bertanya diantara mereka sendiri.” (Al-Kahfi: 19). Akhirnya mereka menemukan jawaban yang sesungguhnya, sebagaimana hal tersebut ditegaskan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya, artinya,
“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19). Allah Subhannahu wa Ta’ala menjelaskan kisah ini hingga akhir.

Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Dan Faidah-Faidah Yang Dapat Diambil Dari Kisah Tersebut

Di dalam kisah tersebut terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dan faidah-faidah yang bermanfaat, di antaranya:

* Bahwa kisah ashhabul kahfi, meskipun sangat mengagumkan, tetapi bukan merupakan tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala yang paling mengagumkan, karena Allah Subhannahu wa Ta’ala memiliki tanda-tanda kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah lain yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi orang-orang yang berkenan merenungkannya.

* bahwa orang yang memohon perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala, maka Allah akan melindungi dan menyayanginya, dan menjadikan nya sebab-sebab untuk menunjukkan orang-orang yang sesat. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi ashhabul kahfi dalam tidur mereka yang cukup lama dengan memelihara keimanan dan tubuh mereka dari gangguan serta pembunuhan kaum mereka dan Allah Subhannahu wa Ta’ala menjadikan bangunnya mereka dari tidur mereka sebagai tanda kesempurnaan kekuasaan-Nya, kebaikan-Nya yang banyak dan bermacam-macam, supaya hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah Subhannahu wa Ta’ala pasti benar.

* Adalah perintah menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat dan mendiskusikannya, karena Allah Ta’ala telah mengutus mereka untuk tujuan tersebut dan mengilhami mereka untuk berdiskusi di antara mereka seputar keyakinan mereka dan pengetahuan masyarakat mengenai keyakinan atau perilaku mereka sehingga diperoleh bukti-bukti dan pengetahuan bahwa janji Allah pasti benar dan sesungguhnya kiamat itu pasti terjadi tanpa ada keraguan di dalamnya.

* Adalah berkenaan dengan etika seseorang yang merasa samar mengenai sesuatu ilmu, maka hendaklah ia mengembalikannya kepada gurunya dan berusaha untuk memahami dengan seksama pelajaran yang telah diketahuinya.

* Bahwa sah mewakilkan dan mengadakan kerja sama dalam jual beli. Hal tersebut merujuk perkataan mereka,artinya, “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”, kemudian “?K maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).

* Bahwa diperbolehkannya memakan makanan yang baik-baik dan memilih makanan-makanan yang layak dan sesuai dengan selera seseorang selama tidak melebihi batas-batas kewajaran. Sedang jika melebihi batas-batas kewajaran maka hal tersebut termasuk perbuatan yang dilarang. Hal itu didasarkan kepada perkataan salah seorang dari mereka,artinya, “?K dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).

* Adalah berkenaan dengan anjuran supaya memelihara, melindungi serta menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah dalam urusan agama dan harus menyembunyikan ilmu yang mendorong manusia berbuat jahat.

* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan perhatian dan kecintaan para pemuda itu kepada agama yang benar, pelarian mereka untuk menjauhkan diri dari semua fitnah dalam urusan agama mereka dan pengasingan diri mereka dengan meninggalkan kampung halaman serta kebiasaan mereka untuk menempuh jalan Allah Subhannahu wa Ta’ala.

* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan hal-hal yang tercakup dalam kejahatan, seperti kemadharatan dan kerusakan yang mengundang kemurkaan Allah ƒ¹ dan kewajiban meninggalkannya, dan meniggalkannya merupakan jalan yang harus ditempuh oleh kaum mukminin.

* Bahwa firman Allah Subhannahu wa Ta’ala,artinya, “Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.” (Al-Kahfi: 21) menunjukkan bahwa orang-orang yang berkuasa yang dimaksud ialah para penguasa ketika mereka dibangunkan dari tidur mereka yaitu para penguasa yang telah beragama dengan agama yang benar, karena para penguasa itu mengagungkan dan memuliakan mereka, sehingga para penguasa tersebut berniat membangun sebuah rumah peribadatan di atas gua mereka.

Meski hal itu dilarang khususnya dalam syari’at agama, maka yang dimaksud ialah menjelaskan tentang ketakutan luar biasa yang dirasakan Ashhabul Kahfi ketika membela dan mempertahankan keimanan mereka sehingga harus berlindung di sebuah gua dan setelah itu Allah Subhannahu wa Ta’ala membalas perjuangan mereka dengan penghormatan dan pengagungan dari manusia. Hal itu merupakan kebiasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam membalas seseorang yang telah memikul penderitaan karena-Nya serta menetapkan baginya balasan yang terpuji.

* Bahwa pembahasan yang panjang lebar dan bertele-tele dalam masalah-masalah yang tidak penting; maka hal itu tidak perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).

* Bahwa bertanya kepada seseorang yang tidak berilmu dalam masalah yang akan dimintai pertanggungan jawab di dalamnya atau orang yang tidak dapat dipercaya adalah terlarang. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “? dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).

Jumat, 24 Februari 2012

Musuh Baru


Seorang satria dan beberapa prajurit kembali ke istana setelah melewati pertempuran yang sengit di medan perang.
“Bagaimana hasil dari peperangan kita?” tanya Sang Raja.
“Tuanku Raja,” jawab si satria dengan bangga, “Saya dan pasukan sudah menjarah, merampok, dan membumihanguskan wilayah musuh Anda yang berada di sebelah utara!”
“APAA??!!” teriak Sang Raja saking kagetnya. “Saya tidak pernah punya musuh di wilayah utara!”
“OHHHHHHHHHH ……!” respon si satria, “Itu berarti … mulai saat ini Anda akan mempunyai musuh di utara ….”

Berlari ke Dasar Laut


Paijo adalah seorang taruna angkatan laut. Dia sedang mengikuti pendidikan militer. Namun sayangnya Paijo memiliki kelemahan mendasar untuk seorang angkatan laut, yaitu dia tidak bisa berenang. Suatu hari, akan diadakan latihan perang, dan Paijo ini turut serta dalam kegiatan ini.
Sebelum memulai latihan perang, Sang Komandan pelatih melakukan briefing terlebih dahulu. Sang komandan ini ingin mengetahui kesiapan anak-anak asuhannya. Maka ditanyalah salah seorang peserta.
Komandan : “Kamu Jono!, apa yang akan kamu lakukan jika nanti kapalmu terkena torpedo musuh..?”
Jono : “Saya akan berusaha untuk melompat dari kapal dan sekuat tenaga cepat-cepat berenang ke pulau terdekat komandannnn…!!!”
Komandan : “Bagus…bagus……”
Komandan : (Sambil melihat kearah Paijo dengan muka masam… karena komandan ini dah sering habis kesabaran ngajarin Paijo cara berenang) “Kamu Paijo…! Kalo kapalmu hancur, apa yang akan kamu lakukan, kamu kan gak bisa berenang, nanti kamu malah ngerepotin rekan rekan mu tuh….”
Paijo : “Tenang komandan, kalo kapal saya hancur diserang musuh, dan saya harus terjun ke laut, saya akan cepat-cepat menuju ke dasar laut dan berlari sekuat tenaga ke pulau terdekat komandannn…..!!”
Komandan : ….?????…

Sumber; Lentera Hati
Kunjungi jg: http://quantum-parenting.blogspot.com/ dan http://keluargaquantum.wordpress.com/

Istri yang Tidak Terkalahkan


Terdapatlah sepasang suami istri yang punya kebiasaan unik, yaitu selalu menjadikan hal apapun sebagai perlombaan dan persaingan, namun herannya sampai saat inipun semua perlombaan tersebut selalu si istri yang memenangkannya..
Sampai suatu hari sang suami pergi ke dokter. diapun menjelaskan segalanya dan tidak lupa meminta saran, “kira-kira hal apa ya dok, yang bisa dilombakan tapi jelas-jelas saya yang akan memenangkannya??”.
Sang dokter sempat beberapa menit berpikir, tidak lama kemudian dia tampak mendapatkan ide cemerlang, “ahh, saya punya ide yang bagus, bagaimana kalau anda mengajak istri anda berlomba siapa yang bisa paling tinggi kencing di tembok?? karena secara logika wanita kalau kencing pasti jongkok kan, sementara kita kaum laki-laki berdiri, sudah pasti anda yang menang” katanya berseri-seri.
“Ah, brilian, benar-benar ide yang brilian. hahahaha, sekaranglah waktunya aku mengalahkan istriku itu” katanya dengan senyum penuh kemenangan.
Sesampainya dirumah, sang suami segera mengutarakan niatnya tadi, mengajak istrinya berlomba “siapa kencing paling tinggi”. dengan mantap istrinya langsung menerima tantangan tersebut. tidak lama kemudian perlombaan aneh & mungkin dapat dikatakan tidak penting tersebut dimulai.
Sang istri mendapat kesempatan pertama untuk melakukannya, tidak sungkan-sungkan ia langsung saja menghadap tembok, membuka roknya dan berjongkok, lalu “seeerr, seeeer, seerrr”. setelah dihitung secara teliti kencing sang istri mencatatkan 10 centimeter tinggi tembok diatas tanah.
Sang suami pun cengar-cengir merasa kemenangan akan diraihnya. lalu tibalah gilirannya, tanpa ragu-ragu langsung ia berdiri didepan tembok yang sama, kemudian membuka restleting celananya & bersiap untuk mengucurkan “kencing kemenangannya”, namun sepersekian sebelum ia mengeluarkannya sang istri berteriak dengan cepat dan lantang, “eiiiiitsss, tangannya gak boleh ikut-ikutan megang dong, kan aku tadi gak pake tangan”.
Otomatis kencing sang suami pun malah tidak semilipun mengenai tembok didepannya. wew, kalah lagi deh.


Kamis, 23 Februari 2012

Siapa Paling Jelek????


Ada suatu kisah seorang santri yg menuntut ilmu pada seorang Kyai. Bertahun-tahun telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir. Ia menghadap Kyai untuk ujian tersebut. "Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar dan tinggal satu ujian, kalau kamu bisa menjawab berarti kamu lulus", kata Kyai. "Baik pak Kyai, apa pertanyaannya ?"  "Kamu cari orang atau makhluk yang lebih jelek dari kamu, kamu aku beri waktu tiga hari ". Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk melaksanakan tugas dan mencari jawaban atas pertanyaan Kyai-nya.
Hari pertama, sang santri bertemu dengan si Polan pemabuk berat yg dapat di katakan hampir tiap hari mabuk-mabukan. Santri berkata dalam hati,  "Inilah orang yang lebih jelek dari saya. Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan terus ". Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya. "Belum tentu, sekarang Polan mabuk-mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Alloh memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah dan aku sekarang baik banyak ibadah tetapi pada akhir hayat di kehendaki Su’ul Khotimah, bagaimana ? Dia belum tentu lebih jelek dari saya.

Hari kedua, santri jalan keluar rumah dan ketemu dengan seekor anjing yang menjijikkan rupanya, sudah bulunya kusut, kudisan dan sebagainya. Santri bergumam, " Ketemu sekarang yg lebih jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan, kudisan, jelek lagi" . Santri gembira karena telah dapat jawaban atas pertanyaan  gurunya. Waktu akan tidur sehabis 'Isya, dia merenung, "Anjing itu kalau mati, habis perkara dia. Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh Alloh, sedangkan aku akan dimintai pertanggung jawaban yg sangat berat yg kalau aku berbuat banyak dosa akan masuk neraka aku. "Aku tidak lebih baik dari anjing itu.

Hari ketiga akhirnya santri menghadap Kyai. Kyai bertanya, "Sudah dapat jawabannya muridku ?" "Sudah guru", santri menjawab. " Ternyata orang yang paling jelek adalah saya guru". Sang Kyai tersenyum, "Kamu aku nyatakan lulus".

Pelajaran yang dapat kita petik adalah:
Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong atau merasa lebih baik dari orang / makhluk lain. Yang berhak sombong adalah Alloh SWT. Karena kita tidak tahu bagaimana akhir  hidup kita nanti. Dengan demikian maka kita akan belajar berprasangka baik kepada orang / makhluk lain yg sama-sama ciptaan Alloh.

Wallahu'alam bishowab.
Artikel Inspirasi Lainnya, Kunjungi: http://keluargaquantum.wordpress.com

Rabu, 22 Februari 2012

Kesuksesan, Kekayaan dan Cinta


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan rumahnya. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk menganjal perut.”
Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?”
Wanita itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar.”
“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali,” kata pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini.”
Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
“Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama, ” kata pria itu hampir bersamaan.
“Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.
Salah seorang pria itu berkata,
“Nama dia Kekayaan,” katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya,
“sedangkan yang ini bernama Kesuksesan “, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya.
“Sedangkan aku sendiri bernama Cinta. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa di antara kami yang boleh masuk ke rumahmu.”
Wanita itu kembali masuk ke dalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran.
“Hmm… menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu.
Ia bertanya, “Sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen gandum kita.”
Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah.
anak21“Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Cinta yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Cinta.”
Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka.
“Baiklah, ajak masuk si Cinta ini ke dalam. Dan malam ini, Si Cinta menjadi teman santap malam kita.”
Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu.
“Siapa di antara Anda yang bernama Cinta? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.”
Si Cinta bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.
“Aku hanya mengundang si Cinta yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?”
Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan.
“Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar.
Namun, karena Anda mengundang si Cinta, maka kemanapun Cinta pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. rumah2Di sana ada Cinta, maka Kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.
Sebab ketahuilah, sebenarnya kami buta. Dan hanya si Cinta yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan saat kami menjalani hidup ini.

Rahasa Illahi


Nasuha, demikian biasa dia dipanggil. Seorang lelaki hampir empat puluh tahunan dengan memiliki seorang istri dan sepasang anak yang ganteng dan cantik. Dia lumayan dikenal sebagai lelaki yang soleh dan baik hati. Demikian pula dengan istrinya yang baik dan ramah. Hanya kedua anaknya yang membuat namanya sedikit tercoreng. Walaupun dicukupi dengan berbagai fasilitas, tapi tak membuat Harun, anak pertamanya hidup baik. Sering mengajak teman-temannya mabuk-mabukan dan hidup dalam pesta pora. Sedangkan anak keduanya, Nabila, seorang yang keras kepala. Biarpun masih mau shalat tapi tidak ketinggalan dugem dan kebiasaan buruk lainnya.
Dia sudah berusaha mendidik dan mengajar anaknya dengan baik, bahkan tidak lupa mendoakannya siang dan malam. Entah mengapa, rupanya kehidupan di luar yang penuh dengan gemerlap dan kenikmatan duniawi sanggup menawan kedua anaknya. Hingga semakin lama, dia tak sanggup lagi mendidik anaknya dengan baik. Hasilnya ya jadilah seperti ini.
Selain saleh dia juga dikenal orang kaya di kampungnya. Setidaknya mempunyai peternakan sapi dan sawah serta ladang yang luas. Banyak orang di kampung itu yang bekerja kepadanya. Namun dengan semua kekayaannya itu dia dikenal dengan kebaikan hatinya, pemurah dan ramah. Sehingga namanya bukan hanya dikenal di kampung itu tapi juga dikenal sampai ke tempat-tempat yang jauh.
Secara rohani dialah orang yag paling rajin ke masjid, setiap hari, subuh maupun magrib. Tak pernah ketinggalan saat shalat Jumat atu mengikuti pengajian yang baisa dilaksanakan di masjid. Karena itu banyak pujian dan hormat yang diterimanya. Orang-orang menjadi segan kepadanya walaupun anaknya sering menimbulkan banyak kekacauan.
Diluar semua itu sebenarnya hatinya menangis karena anak-anaknya. Sepasang buah hatinya seperti duri dalam daging di hidupnya. Dia sendiri tidak tahu harus bagaimana lagi mengatasi masalah itu. Bila dibiarkan duri itu tetap dalam dagingnya akan membuat dia semakin sakit bahkan bisa menimbulkan infeksi. Tapi bila dia ingin mencabutnya, dia akan lebih menyakiti dirinya sendiri, dengan membedah dagingnya dan membuangnya. Baginya kini, membiarkan atau mencabutnya sama-sama menyakitkannya.
Nasuha adalah Nasuha, biarpun begitu dia tetap selalu mengucap syukur ke hadirat ilahi. Baginya kalau Tuhan mengizinkan sesuatu dalam hidupnya pastilah ada sesuatu yang harus diperbuatnya. Karena semua peristiwa yang menyakitkan hatinya tidak membuatnya jauh dari Tuhan tapi malah membuat dia semakin dekat dan akrab dengan Sang Pencipta.
“Kita harus tetap mengucap syukur kepada Allah atas segala nikmat ini, ”katanya kepada Anisah istrinya saat membicarakan tentang anak-anak mereka.
“Iya Pak, anggap semua ini sebagai ujian bagi hidup kita.”
“Allah yang memberi, Allah yang memelihara dan Allah juga yang memberi petunjuk. Suatu saat nanti pastilah anak-anak kita akan berubah dan menjadi anak-anak yang soleh. Allah telah menitipkannya kepada kita, kita hanya menjalankan perintahNya dan berusaha sebaik-baiknya.”
Biasanya setelah membahasnya bersama dengan istrinya, Nasuha berdoa untuk kedua anaknya, menyerahkan mereka berdua ke dalam tangan Allah. Dia terus berharap agar mujizat terjadi dan Allah menjamah hati anak-anaknya.
Tapi Nasuha salah, kejadiannya tak seperti yang diharapkannya dan selalu didoakannya. Tuhan malah mengambil kedua anaknya dengan cara yang paling mengenaskan. Saat dia memanjatkan doa kedua anaknya sedang mengendarai sepeda motor di jalan raya dalam keadaan mabuk. Motor mereka oleng dan menabrak sebuah truk container sehingga mereka tergilas di bawahnya. Dan nyawa mereka melayang saat itu juga. Kepala Harun remuk tergilas ban truk dan tubuh nabila terseret beberapa meter sebelum akhir ajalnya.
Tentu saja hal itu sangat memukul jiwanya. Dia merasa Allah tidak mendengarkan doanya selama ini. Walaupun dia sempat berkata bahwa bila Allah mengambil mereka, itu adalah hak Dia. “Allah yang memberi, Allah juga yang mengambil. Terpujilah nama Allah, ”Katanya di tengah-tengah kesedihannya.
“Ini jalan yang terbaik yang Allah berikan, ”Kata Pak Kiayai menghibur dia.
“Tapi…bagi kami ini tidak adil, ”Sahut Anisah.
“Yang terbaik bagi Allah belum tentu baik bagi kita. Allah tak akan mencobai kita melebihi kekuatan kita sendiri. Saat kita tak mampu menjalaninya, Dia akan memberikan kekuatan kepada kita sehingga kita dapat melewati pencobaan ini, ”Pak Kiayi member wejangan.
Bagi banyak orang kejadian itu memang harus terjadi. Harun dan Nabila memang tak layak lagi hidup karena perbuatan mereka yang jahat dan penuh maksiat. Allah pantas menghukum mereka karena kejahatannya sudah tak terampuni lagi. Sudah banyak nasehat dan peringatan yang diberikan kepada kedua anak itu tapi tetap saja keduanya tak juga berubah. Jadi kalau mereka akhirnya mati, bukankah itu lebih baik. Baik bagi keluarga Nasuha, baik bagi seluruh warga kampung itu, baik juga bagi kedua anak itu sehingga tak menambah dosa-dosanya lagi.
Bagi Nasuha tidaklah demikian, ia masih terus bertanya kepada Allah tentang kejadian itu. Baginya, Allah lebih senang kalau ada orang yang jahat bertobat daripada orang jahat itu mati. Karena disitulah letak kasih sayang Allah kepada umatNya, yaitu menantikan pertobatannya dengan sabar. Tapi karena Allah Maha Kuasa, dia hanya dapat memujiNya dengan semua perbuatan tanganNya. Biarlah semua hanya Allah saja yang mengerti, dia tidak perlu mengetahuinya.
“Apakah Allah tidak mendengar doa kita?”Tanya Anisah gelisah.
“Tidak. Allah mendengarkan doa kita. Namun ketika kita meminta kepadaNya, kita meminta apa yang kita ingini, bukan meminta apa yang Dia kehendaki supaya terjadi. Seandainya kita bisa mengetahui pikiran Allah, tentu kita akan berdoa sesuai kehendakNya, yaitu meminta sesuatu yang Dia kehendaki supaya terjadi.”
“Tapi bagaimana kita bisa mengetahui pikiran Allah?”
“Saya tidak tahu, tapi tiada yang mustahil.”
Saat semua itu belum berakhir, saat berkabungnya belum selesai, Nasuha dan istrinya harus menghadapi lagi masalah di rumah tangganya. Tiba-tiba saja seluruh kampung itu mengalami musibah, padi mereka gagal panen karena serangan hama yang tiba-tiba dan mewabah. Nasuha mengalami kerugian yang banyak karena biaya pengolahan sawahnya yang luas tidaklah sedikit. Bagi Anisah hal itu menambah kesedihannya saja.
Untuk memulai kembali mengolah sawahnya dia hampir mengeluarkan seluruh uangnya. Bukan hanya itu, orang-orang yang dipinjaminya uang tak mampu membayar karena mereka juga gagal panen. Untuk menghemat biaya mau tak mau dia juga harus turun kesawah. Mulai dari membabat dan membakar padi yang gagal panen, sampai mencangkul dan menanami kembali sawahnya. Hal itu membuat kesehatannya menjadi sedikit terganggu.
“Segala puji bagi Allah, Dia yang mengatur semua rezeki kita, ”Katanya dalam pembaringan. Sudah dua kali ia berobat tapi masih saja belum sembuh juga dan harus masih berbaring.
“Kita memang harus lebih banyak bersabar dan tawakal sekarang, ”Sahut istrinya.
“Bu, janganlah kita menjadi jauh dari Allah setelah semua ini terjadi. Ini hanya pencobaan yang biasa saja. Kita pasti mampu melaluinya. Berdoalah terus agar kita bisa dapat modal lagi untuk mengolah sawah kita. Karena kita perlu juga untuk menafkahi para pekerja kita. Kalau sawah kita tidak diolah, akan banyak orang yang menganggur di tengah masalah ini.”
“Iya Pak. Saya selalu berdoa, supaya Bapak juga cepat sembuh.”
“Satu lagi, jangan pernah menyalahkan siapapun, menyalahkan orang, menyalahkan alam, apalagi menyalahkan Tuhan atas segala yang kita derita. Semua ini memang jalan yang harus kita lalui, nanti juga akan berakhir.”
Anisah mengangguk pelan sambil berusaha tersenyum.
Karena ia tak mampu bekerja, Anisah lah yang menjadi pengawas di sawahnya untuk mengawasi para pekerja, juga untuk membantu menyelesaikan pekerjaan di sawah agar cepat selesai dan bisa ditanami lagi. Setiap hari ia ditinggal sendirian di rumah, dari pagi hingga sore hari. Tapi justru karena itu ia jadi semakin lebih banyak berdoa kepada Allah, supaya Allah memulihkan kehidupan mereka.
Suatu kali pegawainya yang mengurus sapi datang padanya.
“Ada apa Jang, pagi-pagi sudah datang?”Tanyanya ramah.
“Maaf Pak, mengganggu. Saya mau kasih laporan. Sapi-sapi kita sudah beberapa hari ini kelihatannya pada sakit. Sekarang kelihatannya hampir semuanya kena. Jadi kami harus bagaimana?”
“Begini saja Jang, kamu datangi dinas peternakan dan meminta dokter mereka memeriksa sapi kita. Nanti hasilnya kamu kasih tahu saya lagi. Mudah-mudahan masih bisa diobati.”
“Baiklah kalau begitu. Saya segera laksanakan.”
Nasuha merasa tak enak hatinya saat Ujang meninggalkannya seorang diri. Dia merasa ada sesuatu lagi yang akan terjadi pada hidupnya. Dia kembali memejamkan matanya dan berdoa kepada Allah agar terhindar dari segala hal yang tidak dikehendakinya.
“Tapi ya Allah…”Katanya di ujung doa, ”Jadilah kehendakMu saja, bukan kehendakku…”
Seperti firasatnya yang tidak enak, beberapa hari kemudian, seorang dokter hewan mendatanginya bersama Ujang memberikan kabar tentang sapi-sapinya. Dia tak dapat lagi mengelak dari musibah selanjutnya yang terjadi.
“Maaf Pak, sapi-sapi Bapak harus dimusnahkan sekarang juga, ”Kata dokter hewan itu pelan, ”Semuanya terkena antrax. Kalau tidak segera dimusnahkan akan menular ke seluruh kampung ini, bahkan saya kuatir dampaknya akan lebih luas lagi.”
Nasuha memejamkan matanya rapat-rapat, katanya, ”Jang, lakukanlah apa yang diperintahkan dokter ini.”
Ujang tak menjawab, dia sendiri bingung dan prihatin.
“Tapi ingat, jangan beritahu Ibu.”
Setelah itu Nasuha menangis, sampai ia tak dengar Ujang dan dokter itu pamit. Ujang memahami apa yang dirasakan oleh majikannya, karena itu ia tak mau bicara apa-apa lagi. Tapi Nasuha, dia tak mampu menahan kesedihannya dan kemarahannya pada Tuhan. Ia tidak tahu lagi harus berdoa atau merengek di hadapan Sang Pencipta. Sampai akhirnya ia hanya mengucapkan sebuah kalimat, ”Allah yang memberi, Allah pula yang mengambil. Subhanallah.”
Beberapa hari ia menyembunyikan peristiwa itu kepada istrinya. Ia tak tega melihat istrinya terpukul lagi setelah banyak mengalami kecapaian mengurus sawahnya. Kadang ia hanya tersenyum melihat kulit istrinya yang cantik mulai kelihatan legam, terbakar matahari. Ia malah banyak mengajak istrinya bersenda gurau dan menyayanginya dengan semakin mesra. Tentu saja hal itu membuat Anisah semakin semangat di tengah-tengah musibah yang menimpa hidup mereka. Dia senang kalau Nasuha semakin sayang setelah mereka kehilangan anak-anak yang mereka cintai. Tuhan pasti akan memberinya kebahagiaan dengan memberinya anak yang lain.
“Bu…”Nasuha membuka pembicaraan setelah persoalan di sawah telah beres.”Kita mesti bersyukur karena bisa menanami sawah kita lagi walaupun keadaan keuangan kita sangat minim. Menurut Ibu bagaimana, kalau seandainya kita tak mampu beli pupuk?”
“Jangan berkata begitu Pak. Pasti ada jalan keluarnya.”
“Ya, Bapak percaya itu. Tapi sepertinya kita harus lebih bersabar lagi Bu.”
“Kenapa Pak?”
“Maaf Bu, kita harus menerima kenyataan ini. Sekarang kita tidak memiliki sapi-sapi lagi. Semuanya sudah dimusnahkan karena terkena penyakit menular.”
“Hah?”
Nasuha memeluk Anisah erat dan membelainya mesra dengan harapan dapat meredam segala pertanyaan yang mungkin muncul dari bibir istrinya. Dan Anisah pun tenggelam dalam pelukan suaminya tanpa berkata apa-apa lagi. Biarpun demikian, dari kelopak mata suami istri itu mengalir butiran-butiran bening yang meleleh di pipi mereka.
Sejak saat itu mereka mulai jarang bicara banyak. Baik Nasuha dan Anisah mulai jadi pendiam, baik diantara mereka berdua maupun kepada tetangga mereka. Semua orang memakluminya. Semua orang belajar mengerti keadaan mereka yang seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Sekarang Nasuha yang dianggap orang kaya di kampung itu, kehidupannya telah menjadi sama dengan hidup kebanyakan orang disana. Dan banyak orang yang prihatin melihatnya.
Sampai disaat seperti itu mereka masih kelihatan baik-baik saja dan tak pernah meninggalkan kegiatan-kegiatan rohani. Apalagi Pak Kiayi banyak memberikan mereka nasehat dan pengajaran tentang agama. Hubungan mereka dengan Pak Kiayi pun semakin akrab.
Tapi hidup belum selesai, nasib masih bergulir dan waktu masih terus maju. Keharmonisan rumah tangga Nasuha dan Anisah akhirnya terganggu juga dan semua orang mulai menilai mereka dengan hal-hal yang negatif. Bermula dari test darah yang dilakukan oleh Nasuha saat ia mengalami demam yang tak berkesudahan. Nasuha dinyatakan positif terkena virus HIV. Bukan hanya itu, karena penasaran, Anisah, wanita yang selalu berkerudung itu juga dinyatakan positif HIV.
Mulai saat itu mereka mulai banyak bertengkar dan saling menyalahkan. Virus yang ditularkan melalui hubungan kelamin itu membuat mereka saling mencurigai. Siapakah diantara mereka yang pernah selingkuh? Baik Nasuha maupun Anisah tak ada yang mau mengakui bahwa mereka pernah selingkuh. Nasuha merasa benar, demikian juga dengan Anisah. Jadi sekarang tak ada yang tahu, bagaimana virus yang mematikan itu bisa masuk ke dalam tubuh mereka.
Kali ini Nasuha berdoa kepada Allah dengan tangisan yang meraung-raung.
Anisah berteriak meminta keadilan dari Allah Yang Maha Tahu.
Dan…orang-orang ketiga mulai datang menasehati mereka.
“Selidikilah dirimu, minta ampunlah kepadaNya, ”Kata Syarif menasehatinya.”Lihatlah, Tuhan telah meninggalkanmu. Anak-anakmu telah diambil, hartamu telah lenyap. Masihkah kamu mengeraskan hatimu kepada Allah? Padahal sekarang umurmu hanya tinggal sekejap, tak ada obat untuk penyakit kotor itu.”
“Aku tak tahu apa dosaku.”
“Jangan munafik! Semua ini terjadi karena pasti kamu telah berdosa.”
“Aku percaya Anisah perempuan yang baik, yang selalu menjaga kehormatannya, ”Kata Zaenal pula mengingatkannya.”Akuilah di hadapan Allah semua dosamu itu, pasti Allah akan memulihkanmu.”
“Apakah kau percaya bahwa aku juga manusia yang saleh?”
“Tapi…”
“Semua ini tak ada hubungannya dengan dosa. Kalau memang semua ini harus terjadi, terjadilah. Baik hartaku maupun hidupku semuanya adalah milikNya, terserah Dia mau memperlakukannya seperti apa.”
“Jadi kamu tidak mau mengakui dosamu?”Pak Kiayi malah marah.”Kamu masih mengakui bahwa kamu orang yang saleh, setelah semua ini menimpamu? Sadarlah, janganlah takkabur dan menyombongkan dirimu.”
“Kesalehan…”Jawab Nasuha, ”Adalah seperti kain kotor di hadapan Allah. Itu tak bisa membuat orang dekat kepada Allah, atau bahkan dosa, tak bisa membuat Allah menjauh dari kita. Allah berkenan kepada siapa Dia berkenan. Kebaikan tak dapat membuat orang dekat kepada Allah dan kejahatan tak dapat membuat Allah meninggalkan kita. Karena Allah selalu dekat kepada kita, baik kita benar maupun ketika kita salah. Kitalah yang merasa bahwa kita dekat atau jauh dari Allah.”
“Omonganmu mulai ngaco!”Bantah Syarif.
“Orang yang menderita belum tentu karena dia telah berbuat dosa dan orang yang kelihatan berbahagia belum tentu dia tidak melakukan dosa.”
“Tapi…sakitmu itu menjadi bukti dosamu, semua orang tahu!”Zaenal memarahinya.
“Siapakah yang tahu aku meniduri seorang pelacur atau aku berzinah?”
“Jadi Anisah yang salah?”
“Hanya Allah yang tahu.”
Nasuha semakin stress karena omongan banyak orang. Satu per satu sahabatnya mulai meninggalkan dia, teman-temannya mulai menjauhi dia karena dia dianggap orang yang bejat dan tak mau mengakui kesalahannya. Berkali-kali Pak Kiayi maupun ustadz mendatanginya agar dia mau mendekatkan dirinya kepada Allah. Justru hal itu semakin membingungkannya, karena selama ini ia sendiri merasa dekat dengan Allah dan tak sedetikpun merasa meninggalkanNya. Dia hanya berharap Allah mau membela perkaranya saat ini, karena hanya Allahlah yang tahu bahwa dirinya tak bersalah.
Diapun mendatangi istrinya yang sudah merasa jauh darinya dan minta diceraikannya.
“Bu, saya minta maaf atas semua ini, ”Katanya pelan.”Maafkan karena telah menghinamu dan menuduhmu yang tidak-tidak. Saya sadar sayalah yang salah. Sampai hari ini saya masih percaya bahwa kamu adalah wanita yang terhormat. Maafkanlah saya…”
“Jadi sekarang Bapak mau mengakui bahwa Bapak pernah selingkuh?”
“Saya tak dapat mengakui sesuatu yang tidak saya lakukan.”
Anisah mencibir, tak percaya padanya.
“Tak apa kalau Ibu tak percaya pada Bapak, tapi Bapak percaya pada Ibu. Terimakasih.”
Itulah kalimat terakhir yang diucapkan kepada istrinya Anisah, setelah itu ia tak pernah bertemu lagi dengan istrinya sampai akhirnya Anisah meninggal karena banyak mengalami komplikasi akibat pengaruh virus HIV itu. Hal itu membuat Nasuha semakin sedih dan tak tahu harus bagaimana meyakinkan orang-orang bahwa dia tidak pernah berzinah. Hidupnya semakin banyak ditinggalkan orang dan hartanya telah habis, hampir ludes.
Dalam kesendiriannya dia dirawat oleh Jamilah, kerabat jauh dari orangtuanya yang menaruh kasihan kepadanya dan yang masih peduli. Yang lebih penting bagi Nasuha adalah karena jamilah percaya kepadanya dan tak meragukannya sedikitpun.
“Sampai kapan lagi kamu masih sembunyi dari dosamu, ”Kata Pak Kiayi setelah pemakaman Anisah.”Jangan kau racuni Jamilah dengan kebohonganmu. Bertobatlah.”
“Saya sudah lama bertobat Pak.”
Jamilah tersenyum setiap mendengar perdebatan Nasuha dengan Pak Kiayi atau ustadz, dia tetap mempercayai Nasuha dengan penuh kasih sayang. Dia tidak takut kepada Nasuha, malah dia mulai menyukai lelaki yang malang itu.
Memang tak ada yang mempercayai Nasuha selain Jamilah.
Mengapa semua peristiwa itu terjadi pada Nasuha?
Tak ada seorangpun yang tahu, tak ada yang mengerti. Mereka hanya menduga-duga saja.
Tapi…jauh sebelumnya, sebelum anak-anaknya meninggal, sebelum sawahnya terkena hama, sebelum sapi-sapinya harus dimusnahkan dan jauh sebelum ia dan istrinya terkena HIV, telah terjadi sesuatu di alam yang tidak manusia kenal. Saat itu iblis mendatangi Allah di tempat Yang Maha Tinggi dan membicarakan nasib Nasuha.
“Wahai Tuanku…”Kata Iblis kepada Allah waktu itu, ”Aku melihat hambaMu, Nasuha seorang yang saleh dan tidak bercacat. Dia menjadi orang yang kaya, anak-anak dan istrinya saleh juga. Aku yakin kalau semuanya itu tak ada padanya dia akan menjadi orang yang jahat dan mengutuki Engkau. Berikanlah dia ke tanganku.”
Allah yang duduk di atas singgasanaNya tersenyum kepada iblis, sabdaNya, ”Perlakukanlah dia semaumu, tapi jangan ambil nyawanya. Dia itu hambaku yang saleh, dan kau tak dapat merubah hatinya yang suci itu.”
Dan semenjak itulah iblis merampas anak-anaknya menjadi anak-anak yang jahat dan mengambilnya dari Nasuha, kemudian sawahnya, sapinya, tanahnya juga istrinya. Tapi iblis tak dapat mengambil nyawanya. Dan…syetan itu tetap kecewa karena Nasuha tidak juga mengutuki Tuhan Allahnya.
Dalam duduk diam malam itu Nasuha menyapa Jamilah.
“Sudahkah kamu shalat?”

Selasa, 21 Februari 2012

Tips Mengatasi Kejenuhan dalam Bekerja


Menyelesaikan pekerjaan sama setiap hari memang dapat menimbulkan kejenuhan dalam bekerja. Akibatnya, semangat kerja menurun. Dan, Anda pun tak punya motivasi untuk menuntaskan pekerjaan yang dibebankan perusahaan.

Saat rasa bosan di kantor melanda Anda, jangan didiamkan. Buat diri Anda bersemangat dan termotivasi untuk kembali bekerja. Bagaimana membangkitkan motivasi kerja? 


Semangat dan motivasi ada dalam diri seseorang karena dipengaruhi faktor intern dan ekstern, seperti masalah dalam keluarga, sikap dan kebijakan pimpinan yang tidak kondusif, penyakit yang sedang Anda derita, keinginan untuk naik jabatan, atau tergiur bonus yang dijanjikan perusahaan.

Jika tak ada hal negatif pada faktor intern dan ekstern yang membuat suasana hati Anda merosot,  semangat dan motivasi seperti bara yang dikipasi, dan memunculkan api yang berkobar-kobar.
Sebaliknya, sedikit saja ada hal negaitf pada kedua faktor tersebut, semangat dapat padam seketika.

Nah, agar Anda tidak ditegur pimpinan, diberi surat peringatan (SP), atau bahkan dipecat perusahaan karena loyo dan dianggap tidak berguna, berikut tipsnya.

1. Pertahankan professionalisme
Perusahaan dan keluarga merupakan dua tempat berbeda dengan kebutuhan dan kepentingan yang berbeda pula, meski Anda hidup di lingkungan keduanya. Pisahkan dunia kerja Anda dengan kehidupan rumah tangga dan keluarga.

Jangan pernah membawa-bawa masalah rumah tangga dan keluarga ke tempat kerja. Dengan cara ini, mood Anda untuk menghadapi pekerjaan, tidak terganggu. Semangat dan motivasi pun utuh, tidak berkurang. Apalagi lenyap.

2. Jangan lupakan tujuan bekerja
Ketika Anda mengirim lamaran pekerjaan, cemas menunggu panggilan, berjuang keras ‘mengalahkan’ pelamar lain saat sesi wawancara, dan akhirnya mulai mengerjakan tugas yang diembankan perusahaan, apa tujuan yang ingin Anda capai dengan semua perjuangan itu?

Penghasilan yang baik agar dapat memenuhi semua kebutuhan, dan dapat hidup nyaman serta terhormat bersama orangtua, istri, dan anak-anak?

Jangan sia-siakan perjuangan itu. Jika saat ini Anda mempunyai  masalah dengan perusahaan, cari jalan keluarnya, tapi jangan kendorkan semangat dan motivasi kerja Anda. Jika kinerja Anda merosot, bahkan hingga di bawah standar, percayalah, Anda justru akan menghadapi masalah yang lebih besar, karena bisa saja Anda dipecat dengan tidak hormat.

3. Berpikir positif
Hidup ini penuh dengan masalah. Ini tak dapat diingkari. Sebuah organisasi bernama perusahaan pun pasti begitu. Apalagi karena organisasi ini memiliki begitu banyak karyawan dan aset yang harus dikelola dan dikembangkan dengan baik. Maka berpikirlah positif terhadap perusahaan Anda. Meski Anda tahu ada yang negatif di perusahaan itu, tetap lihat saja sisi positifnya. Ini membantu Anda untuk tetap bersemangat dalam bekerja.

4. Jaga komunikasi
Tak dapat dipungkiri, kebijakan perusahaan dan sikap pimpinan dapat menjadi salah satu faktor yang menurunkan mood karyawan untuk bekerja. Jaga komunikasi untuk mencari solusinya. Jika tidak bisa menghadapi pimpinan atau perusahaan seorang diri, ajak teman senasib untuk menghadapinya. Ruang komunikasi seringkali efektif untuk menyelesaikan masalah, karena umumnya perusahaan tak ingin terjadi gejolak di dalam tubuhnya.

dari berbagai sumber

Sabtu, 18 Februari 2012

Karena Kita Tidak Ingin Terpaksa Menikah


Tidak ingin terpaksa menikah. Terpaksa kenapa ?? Ya, terpaksa menikah karena pihak wanita telah berbadan dua, dan pihak laki-laki mau tidak mau menikahi si wanita.

Kenapa bisa berbadan dua ?? Akibat dari pergaulan bebas antar lawan jenis atau zaman sekarang di kenal dengan pacaran. Jika dahulu, laki-laki dan wanita amatlah tinggi rasa malunya maka zaman sekarang rasa malu seperti sudah menguap.

Untuk membuktikkan cinta saja harus dengan berhubungungan layaknya suami istri, jika tidak mau maka di pertanyakanlah kesucian "cinta" nya itu. Atau jika sedang berduaan, maka rayuan syetan pun akan bertambah parah. Jika mengobrol saja sudah biasa, kemudian di lanjutkanlah hal yang "luar biasa". Hasilnya, pernikahan dadakan pun banyak di gelar, takut bertambah besar perut si wanita jika tidak buru-buru. Masalah kesiapan siap atau tidak, pihak pelaku harus siap. Lah, melakukannya saja sudah sangat siap tanpa berfikir panjang apalagi jika harus menikah.

Bersyukur jika berakhir pada pernikahan, tapi amat di sayangkan karena dari banyak berita di media, tidak sedikit bayi-bayi yang di bunuh atau di telantarkan akibat hamil di luar nikah. Na'udzubillah.

Tidak usah berbicara siapa yang salah, siapa yang benar. Yang jelas Allah telah memperingatkan untuk tidak mendekati zina. Hebatnya sekarang zina memang sudah tidak pernah lagi di dekati alias langsung ke sasaran. Menjadikan pacar bak pasangan suami istri yang seluruh jiwa raga adalah mutlak milik sang pacar.

Jangan pula salahkan syetan yang telah membisikkan rayuannya, toh itu memang tugasnya. Tapi kita sebagai muslim yang tata cara hidup kita telah di atur apik sedemikian rupa oleh Allah semestinya mau membuka hati menelaah setiap nasihat. Mendekat kearah kebaikan bukan malah menikmati kesesatan.

Memang ada-ada saja cara syetan menyesatkan. Jika hamil, maka si wanita harus di nikahi maka sekarang ada lagi produk (baca : kondom) yang tadinya hanya di gunakan untuk alat kontrasepsi bagi yang telah menikah menjadi bebas penjualannya. Mungkin untuk menaikkan tingkat penjualan atau ada sesuatu yang tersembunyi di balik itu semua.

Hasilnya, semakin bebaslah pergaulan lawan jenis. Dahulu masih ada rasa takut (mungkin) jika mereka melakukan sesuatu yang di larang, maka kini tidak lagi. Toh, sudah ada "pelindung". Berapa kali pun mereka menjalani hubungan layaknya suami istri, tidak akan terlihat bekasnya.

Tidak berlebihan jika pacaran sangat identik dengan pergaulan bebas. Mungkin tidak semua dan semoga tidak semua. Tapi hal-hal bebas semacam itu tidak akan terendus orang lain kecuali hanya pelaku dan Allah saja yang tau. Hanya Allah, tetapi gumpalan nafsu tidak menghendaki rasa takut kepada Allah untuk timbul dalam hati pelaku dan mengurungkan niat buruknya.

Mereka yang masih berada dalam hubungan pacaran dan menentang tulisan saya dan mengatakan bahwa tidak semua yang berpacaran melakukan hubungan terlarang itu. Saya patut mensyukuri pernyataan itu, dan semoga pula mereka yang menentang, tidak mendekati hal-hal kecil yang juga terlarang yang lambat laun bisa menimbulkan percikan nafsu.

Kepada mereka yang bangga dengan pasangan tidak halalnya. Maka bagi kita yang memilih untuk sendiri sebelum menikah, juga mengumandangkan kebanggaan kita. Kita bangga menjadi tuli akan rayuan syetan, Kita bangga menjaga kesucian meskipun tersisih. Kita yang menjadi jomblo sebelum menikah karena pilihan. Bisa saja kita memilih mengikuti jejak mereka untuk berpacaran, memilih satu di antara mereka yang menyukai kita .Tapi kita lebih suka memilih keridhoan Allah. Lebih suka menyibukkan diri dengan belajar dan mendekatkan diri kepada Allah. Bukan menyibukkan diri dengan keluh kesah dan air mata di atas label cinta semu.

Kita yang selalu yakin bahwa Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan termasuk manusia. Allah yang akan memberi ganjaran indah kepada yang sabar menjaga kesucian. Aamiin.

Allahua'lam

(pengingat bagi kita terutama diri pribadi)